Mengetahui orang bodoh dan orang pintar sebenarnya sangat mudah, perhatikan saja caranya dalam menyampaikan sebuah kritikan.
Sebelumnya ada sebuah kisah menarik untuk menggambarkan persoalan bodoh dan pintar ini.
Alkisah. Nabi Isa Alaihissalam melakukan perjalanan bersama murid-mudidnya.
Dibawah terik sinar matahari padang pasir, Angin bertiup lembut dari sisi kiri, mengibas-ngibas jubah sang guru. Debu gurun beterbangan mngiringi langkah robongan yang dipimpin manusia muliah itu.
Dari kejauhan nampaklah bankai seekor anjing yang telah lama membusuk, tergelatak tepat ditengah jalan.
Sangat menjijikkan. Semua bulu sudah rontok, kulitnya terkelupas, dagingnya melpepuh menampakkaan tulang belulang. Ribuan ulat menggeliat, meliuk-liuk berebut santapan, rausan lalat besar berkerubung, melayang-layang disekitar bangkai mahluk malang itu. Membuat siapa saja tak sanggup menahan muntah.
Tak terkecuali murid-murid Nabi Isa Alahissalam. Melewati bangkai anjing itu mereka sangat menderita, mereka kesakitan, tersiksa oleh muntah tak tertahankan.
Pemandangan menjijikkan dan aroma busuk dari bangkai anjing itu mengoyak-ngoyak isi perut mereka.
Satu persatu sumpah serapah keluar dari mulut murid - murid itu.
"Alangkah menjijikkannya bangkai ini. Busuk!"
"Anjing! Binatang! Kenapa dia tidak memilih tempat lain untuk mati"
"Brengsek! Tak seharusnya kita bertemu bangkai sialan ini"
Demikian hardik murid-murid Al-Masih pada anjing malang itu.
Lain halnya dengan Sang Guru. Ia tahu bahwasanya suatu aroma dihantar melalu udara kehidung penciumnya. Makanya, saat melewati bangkai ia berjalan disisi kiri, dari arah angin bertiup.
"Lihatlah gigi anjing itu. Putih tersusun rapi laksana mutiara"
Mendengar sabda Nabi sontak semua murid terdiam. Mereka tertegun, terkagum-kagum pada cara pandang Beliau.
Mereka tak pernah menyangka ditengah keburukan bangkai yang sudah membusuk, Nabi Isa Alahissalam justru melihat pada sisi baiknya.
Melalui kisah ini, Al Masih Isa Alaihissalam mengajarkan kepada kita cara bijak dan cerdas menghadapi keburukan. Dimana, beliau menganjurkan untuk lebih berfokus pada keindahan dan kebaikan, agar kita tidak menderita karenanya.
Cara pandang cerdas seperti inilah yang semestinya dipakai ditengah banyaknya keburukan yang terjadi di Negeri ini. Kalau fokus kita pada keburukan sudah pasti kita akan menderita. Kita akan sengsara, masuk dan tergabung dalam barisan sakit hati.
Belajar dari kisah Nabi Isa dan bangkai anjing ini kita juga dapat dengan mudah membedakan orang bodoh dan pintar.
Karena orang bodoh selalu berada pada barisan sakit hati, kumpulan orang-orang menderita, merana dan sengsara. Maka, kritikan mereka mengandung kepicikan. Mereka mengkritik untuk membenci.
Kritikan orang-orang bodoh berisi sumpah serapah dan caci-maki.
Sedangkan orang pintar, kritikan mereka lebih cerdas. Mereka mengkritik untuk mencintai dan untuk lebih menyukai. Kritikan orang-orang pintar berisi solusi, konstruktif, membangun dan untuk memperbaiki.
Sebelumnya ada sebuah kisah menarik untuk menggambarkan persoalan bodoh dan pintar ini.
Alkisah. Nabi Isa Alaihissalam melakukan perjalanan bersama murid-mudidnya.
Dibawah terik sinar matahari padang pasir, Angin bertiup lembut dari sisi kiri, mengibas-ngibas jubah sang guru. Debu gurun beterbangan mngiringi langkah robongan yang dipimpin manusia muliah itu.
Dari kejauhan nampaklah bankai seekor anjing yang telah lama membusuk, tergelatak tepat ditengah jalan.
Sangat menjijikkan. Semua bulu sudah rontok, kulitnya terkelupas, dagingnya melpepuh menampakkaan tulang belulang. Ribuan ulat menggeliat, meliuk-liuk berebut santapan, rausan lalat besar berkerubung, melayang-layang disekitar bangkai mahluk malang itu. Membuat siapa saja tak sanggup menahan muntah.
Tak terkecuali murid-murid Nabi Isa Alahissalam. Melewati bangkai anjing itu mereka sangat menderita, mereka kesakitan, tersiksa oleh muntah tak tertahankan.
Pemandangan menjijikkan dan aroma busuk dari bangkai anjing itu mengoyak-ngoyak isi perut mereka.
Satu persatu sumpah serapah keluar dari mulut murid - murid itu.
"Alangkah menjijikkannya bangkai ini. Busuk!"
"Anjing! Binatang! Kenapa dia tidak memilih tempat lain untuk mati"
"Brengsek! Tak seharusnya kita bertemu bangkai sialan ini"
Demikian hardik murid-murid Al-Masih pada anjing malang itu.
Lain halnya dengan Sang Guru. Ia tahu bahwasanya suatu aroma dihantar melalu udara kehidung penciumnya. Makanya, saat melewati bangkai ia berjalan disisi kiri, dari arah angin bertiup.
"Lihatlah gigi anjing itu. Putih tersusun rapi laksana mutiara"
Mendengar sabda Nabi sontak semua murid terdiam. Mereka tertegun, terkagum-kagum pada cara pandang Beliau.
Mereka tak pernah menyangka ditengah keburukan bangkai yang sudah membusuk, Nabi Isa Alahissalam justru melihat pada sisi baiknya.
Melalui kisah ini, Al Masih Isa Alaihissalam mengajarkan kepada kita cara bijak dan cerdas menghadapi keburukan. Dimana, beliau menganjurkan untuk lebih berfokus pada keindahan dan kebaikan, agar kita tidak menderita karenanya.
Cara pandang cerdas seperti inilah yang semestinya dipakai ditengah banyaknya keburukan yang terjadi di Negeri ini. Kalau fokus kita pada keburukan sudah pasti kita akan menderita. Kita akan sengsara, masuk dan tergabung dalam barisan sakit hati.
Belajar dari kisah Nabi Isa dan bangkai anjing ini kita juga dapat dengan mudah membedakan orang bodoh dan pintar.
Karena orang bodoh selalu berada pada barisan sakit hati, kumpulan orang-orang menderita, merana dan sengsara. Maka, kritikan mereka mengandung kepicikan. Mereka mengkritik untuk membenci.
Kritikan orang-orang bodoh berisi sumpah serapah dan caci-maki.
Sedangkan orang pintar, kritikan mereka lebih cerdas. Mereka mengkritik untuk mencintai dan untuk lebih menyukai. Kritikan orang-orang pintar berisi solusi, konstruktif, membangun dan untuk memperbaiki.